Resume 14 GMLD: Mujiatun, S.Pd.
Layaknya meminum air lautan, semakin diminum
semakin dahaga. Begitulah kira-kira bahasa perumpaan untuk melukiskan apa yang
sedang saya rasakan dalam mengikuti kegiatan ini. Semakin diikuti maka semakin
penasaran dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang akan dishare oleh para
narasumber hebat di dunia literasi.
Oleh sebab itulah, saya selalu mengikuti
kegiatan Pelatihan Guru Motivator Literasi
Digital (GMLD) ini dengan fokus hingga usai. Terlebih narasumber yang hadir di
pertemuan ke-14 ini adalah Ibu Maesaroh, M.Pd. Beliau menyampaikan materi
dengan judul “Menjelajah Alam Digital yang Luas” pada hari Rabu, 1
Desember 2021. Materi tersebut sangat menarik dan membuat saya semakin
semangat untuk mengikutinya.
Sebelum memulai materi, Ibu Maesaroh menyapa
peserta dan memperkenalkan diri terlebih dulu. Berdasarkan biodata dan cara
menyapa peserta, beliau adalah seorang penulis andal, blogger milenial,
karya dan prestasinya sangat banyak, dan cantik. Akan tetapi, beliau sangat hamble
dan ramah kepada siapa pun termasuk kepada para peserta pelatihan.
Di zaman milenial yang serba digital ini,
banyak orang yang mendadak menjadi terkenal. Jangankan kita sebagai seorang guru, bahkan
anak-anak didik pun banyak yang jadi selebgram, seleb tiktok, dan lain-lain. Hal
itu dikarenakan oleh pengaruh dunia digital yang begitu luas. Namun, dari
sekian banyak aplikasi dunia maya yang digunakan adakalanya justru menjerumuskan
mereka. Sehingga mereka dengan mudahnya menjadi penyebar informasi hoax.
Sehubungan dengan hal itu, Ibu Maesaroh
menjelaskan bahwa untuk mengembangkan budaya literasi diperlukan kecakapan.
Yakni kecakapan dalam menggunakan media digital secara santun dan bertanggung
jawab. Sehingga kita mendapatkan informasi yang akurat dan akuntabel.
Selain itu, kita pun harus cerdas bermedia
sosial yang artinya harus cerdas dalam berliterasi. Untuk itu diperlukan
edukasi yang masif dalam menggerakan literasi digital. Sehingga setiap individu
dapat memahami informasi dengan mudah dan benar.
Berikut empat pilar dalam
memahami literasi digital.
1.
Digital
Culture. Maksudya cakap bermedia
digital dengan memanfaatkannya
sebagai alat untuk
menghubungkan satu koneksi menuju seluruh dunia
2.
Digital
Safety. Yaitu cakap dalam
melindungi diri dan aset digital ketika sedang
berada di dunia maya.
3.
Digital
Ethics. Yakni santun di dalam
menggunakan media digital dengan tidak
mengalahgunakan alat digital sebagai penyebar
informasi hoaks.
4.
Digital
Skill. Maksudnya cakap
secara teknologi dalam menggunakan piranti digital sebagai alat untuk meng up
grade pengetahuan. Adapun kecakapan dalam hal ini meliputi 8 kecakapan (cakap
dalam memanfaatkan ilmu coding, collaboration, cloud software, word processing
software, screen casting, personal digital archiving, information evaluation, dan
use of social media).
Sebagian besar anak didik kita sudah
menggunakan piranti digital. Mereka sangat pandai bergaul di dunia maya. Tak
jarang ketika gurunya belum mengerti sebuah aplikasi, justru mereka sudah mahir.
Oleh sebab itu, sebagai seorang guru kita harus menggaungkan literasi digital.
Baik kepada anak didik ataupun masyarakat di lingkungan kita. Sehingga mereka tidak salah dalam
memanfaatkannya.
Sebagai salah satu strategi manajemen pendidikan
abad 21, di dalamnya meliputi tata kelola kelembagaan dan sumber daya masunia.
Untuk itu, edukasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam meningkatkan
budaya cerdas berliterasi. Sehingga generasi penerus bangsa mampu
menyarig informasi yang beredar dengan baik.
Pemahaman literasi digital yang buruk akan
berpengaruh pada psikologis anak dan remaja. Mereka cenderung menghina dan bersikap iri
terhadap orang lain. Hal itu dapat mengakibatkan remaja depresi, tertekan
perasaan, dan menjadi sensitif.
Bu Maesaroh menegaskan bahwa penggunaan
piranti digital terlampau sering dapat menimbulkan Digital Fatigue,
ciri-cirinya sebagai berikut. Perasaan lelah, bosan, malas, dengan berbagai
kegiatan digital seperti zoom meeting, webinar, media sosial, dan berbagai
platform digital lain. Mata terasa sakit, lelah, dan perih. Sakit kepala dan
migrain. Nyeri otot leher, bahu, atau punggung. Sensitif terhadap cahaya, gangguan
pada fokus, konsentrasi, dan memori. Merasa putus asa dan tidak berdaya, kuwalahan
menghadapi situasi yang berulang. Badan terasa lemah, lesu, tidak bertenaga,
dan malas bergerak. Muncul perilaku yang aneh dan tidak wajar.
Oleh sebab itu, kita sebagai seorang guru harus
menjadi stakeholder dalam pengembangan literasi media digital. Karena media digital
merupakan alam maya yang mampu membawa kita terhubung pada dunia yang lebih
luas.
Menurut Bu Maesaroh ada lima kecakapan yang
perlu dikuasai dalam berliterasi digital.
1.
Photo
visual literacy.
Yaitu kemampuan untuk membaca dan menyimpulkan informasi dari
visual.
2.
Reproduksi
literacy.
Yakni kemampuan menggunakan teknologi digital untuk
menciptakan karya baru.
3.
Percabangan
literacy.
Yaitu kemampuan untuk menavigasi di media non-linear dari
ruang digital.
4.
Informasi
literacy.
Yaitu kemampuan untuk mencari, menemukan, menilai dan
mengevaluasi secara kritis informasi yang di temukan di web.
5.
Sosio-emosional
literacy. Yaitu kemampuan
yang mengacu pada aspek-aspek sosial dan emosional yang hadir secara online.
Baik melalui sosialisasi, dan berkolaborasi, atau hanya mengonsumsi konten.
Berikut delapan elemen esensial
untuk mengembangkan literasi digital. Kultural, yaitu pemahaman ragam
konteks pengguna digital. Kognitif, yaitu daya pikir menilai konten. Konstruktif,
yaitu reka cipta sesuatu yang ahli dan aktual. Komunikatif, yaitu memahami kinerja dan
jejaring komunikasi di dunia digital. Kepercayaan diri yang bertanggungjawab. Kreatif,
melakukan hal baru dengan cara baru. Krisis dalam menyikapi konten. Bertanggungjawab
secara sosial.
Berikut Lima Cara dalam Meliterasi Media Sosial.
1. Perhatian
Kemampuan untuk mengidentifikasi ketika
dibutuhkan fokus perhatian dan mengenali ketika multitasking bermanfaat.
Perhatian dapat dicapai dengan memahami bagaimana pemikiran orang.
2.
Partisipasi
Mengetahui kapan dan bagaimana partisipasi
merupakan hal penting. Partisipasi memberikan pengguna pengalaman berbeda saat
menjadi produktif. Partisipasi dalam media sosial dibedakan menjadi dua yaitu
netizen aktif dan netizen pasif.
3.
Kolaborasi
Pengguna dapat mencapai lebih dengan
bekerja sama dibandingkan dengan bekerja sendirian. Melalui kolaborasi,
redudansi dapat dihilangkan dan pekerjaan dapat didistribusikan.
4.
Kesadaran jaringan
Jaringan sosial saat ini diperluas dengan
adanya teknologi. Masyarakat dapat menjadi anggota dari newsgroup, komunitas
virtual, situs gossip, forum dan organisasi lainnya.
5.
Pemakaian
secara kritis
Pemakaian secara kritis adalah evaluasi
tentang apa dan siapa yang dapat dipercayai. Ada Kita sebaiknya melakukan
identifikasi sebelum memercayai, mengomunikasikan, atau menggunakan apa yang
ditulis oleh orang lain.
Bu Maesaroh menegaskan bahwa literasi digital
merupakan suatu keterampilan yang diperlukan untuk dapat melakukan aktifitas
bermedia sosial dengan aman. Sebagai warganet yang baik, kita harus mampu
menyaring dan memberikan informasi yang edukatif.
Hal tersebut sesuai dengan istilah media
sosial yang dikemukakan oleh (Taylor & Francis Online, 2014) bahwa media
sosial memiliki akronim sebagi berikut. Sharing
views, optimizing knowledge, collaborating on projects, investigating new ideas,
advocacy for your service provision, learning from others, making new
connections, enhancing your practice, debating the future, inspirational
support, an essensial tools for your information toolbox.
Membangun mental digital berarti membangun
karakter para generasi bangsa menuju masa emas 2045. Generasi milenial
dalam dunia digital akan terus menggelinding dan akan menjadi pemimpin bangsa
di masa depan. Target Indonesia emas (2045) akan tercapai bila generasi
milenial saat ini melek wawasan kebangsaan, dan menguasai literasi kebangsaan.
Sarat cerdas berliterasi digital adalah
memiliki karakter kebangsaan yang perlu dijunjung tinggi dan harus
menjadi poin utama dalam berbagai aspek. Berikut beberapa nilai karakter yang
perlu ditanamkan. Nilai kejujuran, nilai semangat, nilai kebersamaan atau gotong
royong, nilai kepedulian atau solidaritas, nilai sopan santun, nilai persatuan dan kesatuan,
nilai kekeluargaan, dan nilai tanggung jawab.
Demikian resume saya dari materi yang telah
dipaparkan secara jelas dan lugas oleh Ibu Maesaroh dalam pertemuan ke-14 ini. Semoga
bermanfaat bagi kita untuk mengarungi dunia maya yang semakin canggih dan luar
biasa. Sehingga kita mampu memanfaatkan media digital dengan bijak dan cerdas.
Salam Literasi dari Way Kanan, Lampung
Cerdas beliterasi.matap dan lengakp
BalasHapusAlhamdulillah, terima kasih Bu Aini sudah berkenan mampir dan mengapresiasi resume saya.
HapusAlhamdulillah, terima kasih Pak atas apresiasinya.
BalasHapus